Powered By Blogger

Pages

masukkan nama anda dan pasangan anda untuk mengetahui kecocokan dan masa depan hubungan kalian

Klik kiri untuk kasih makan dia !!

Sunday, December 25, 2011

Merry Christmas: Baju Natal

Satu hari menjelang Natal, Anne masih termenung duduk di atas kursi di beranda rumah. Wanita kecil, berumur 10 Tahun dengan hiasan rambut hitam legam dan panjang itu menatap jalan, kedipan di matanya hanya akan mengingatkan kalian pada seekor kunang-kunang, indah dan hampir saja padam. Pipinya putih bersih, walau bibir agak pecah -belah karena puasa. Anak kecil seperti itu kelak akan mengingatkan kalian pada seorang Oliver Twist, bocah dengan raut wajah kepedihan dan kesedihan yang bisa dibagikan kepada orang lain. Bocah yang bisa membawa kalian pada alam empati, dimana rasa sakit seakan lusinan paku menusuk dada dan jantung kalian, dan itu bisa dirasakan oleh kalian hanya dengan menatap wajah Anne.
Satu Hari menjelang Natal, Anne masih menunggu, kapan mamanya membelikan dia baju Natal. Padahal anak-anak lain telah membicarakan baju-baju baru di sekolahnya sejak seminggu terakhir ini. Natal tahun ini pasti lebih seru karena orangtua mereka telah membelikan untuk mereka baju-baju warna-warni. Natal memang akan dikunyah ibarat makanan renyah untuk anak-anak lain. Anne hanya duduk saja mengharap kepulangan mamanya.
Satu hari menjelang Natal, Anne masih berharap, mamamnya akan segera pulang dari pasar sambil membawa barang-barang, penganan, kue-kue dan sudah tentu baju Natal yang akan dipakainya ke Gereja nanti. Requim telah menggema, memecah udara alam sore, kering namun dingin, berhembus di altar pepohonan padi, gunung membiru seolah bersyukur menyambut Natal.
Satu Hari menjelang Natal, Mata Anne berkilatan, ada bahagia tersembur keluar, aura  di wajahnya mengingatkan kalian pada bulat mentari sore dengan nuansa cerah emas. Satu fokus pandangan darinya menatap jalan dimana seorang ibu dengan baju merah jambu berjalan, penuh semangat, senyum, dan kalian akan membayangkan betapa di dalam diri wanita itu ada segudang kebahagiaan meskipun, jika kalian tahu, wanita itu telah lama ditinggal pergi oleh suaminya. Senyum itu sama sekali tidak keluar secara terpaksa, kecuali keluar tanpa paksaan, dan begitu hangat. Barisan giginya memang sengaja diperlihatkan kepada anaknya, supaya keceriaan dan rasa bahagia tidak akan terlepas lagi dari dalam diri Anne. Ya, kebahagiaan Anne bukan tanpa alasan, tentu saja kebahagiaan itu karena mamanya membawa barang-barang selaras dengan harapan dalam dirinya.
Satu hari menjelang Natal, Mama mencium Anne yang telah berdiri menyambutnya. Ciuman itu akan mengingatkan kalian pada cinta. Aku yakin, kalian pernah dicium oleh cinta. Penanda kebahagiaan lebih lengkap dan utuh ketika mama mengeluarkan bungkusan dan memberikannya kepada Anne. Baju Baru. Dengan alasan tertentu, maka mama berkata kepada anaknya.
” Baju Natal Untukmu…”
” Terimakasih, mama!” Ucap Anne , lalu memeluk erat mamanya seolah tidak ingin dilepaskan lagi.
Satu hari menjelang Natal, Anne menatap dirinya di cermin. Baju baru telah dipakai, dicoba, berdiri menyamping, membelakangi cermin, lalu menatap cermin lagi, seutas senyum coba dikeluarkan olehnya, memegang pipinya, dan lengkaplah ketika mamanya berkata; ” Sungguh cantik, kamu, Neu!”.
Satu Hari menjelang Natal, sebuah tangis terdengar dari rumah tetangga Anne. Anne mencoba menguping, mama pun demikian memasang telinga kuat-kuat. Lantas setelah segalanya jelas, anak dan ibu itu menggigit bibir kuat-kuat, saling menatap tanpa kata. Tangisan itu memberi berita, jika anak tetangga Anne hari ini masih belum memiliki baju Natal, padahal beberapa jam lagi hari akan berganti.
Satu hari menjelang Natal, Anne berbisik lembut kepada mamanya,
” Mama, biar baju Natal ini Anne berikan saja kepada Qinong…..”
Mama tersenyum. Demi melihat kelembutan hati anaknya. Dalam benaknya terpikir, hati Anne seolah terbuat dari mutiara yang pernah dipegang oleh Gabreal, mutiara kasih-sayang.
Malamnya, Anne memberikan baju Natal itu kepada Qinong, tetangganya. Ibu Qinong memeluk erat tubuh Anne, sambil berbisik, anak ini terbuat dari apa? Tangis pun keluar tanpa harus dipaksa dan disuruh oleh siapa pun.
Gema Requim membahana di seantero, nyanyi malaikat terdengar mengalahkan keloneng lonceng Natal dan kebahagiaan orang-orang menyuguhkan satu kemenangan, kebahagiaan menutupi Natal tahun ini. Anne dan Mama saling menatap dan tersenyum bahagia.
” Selepas dari Gereja kita ke kuburan ayah…” Kata mama kepada Anne.
Demi mendengar itu, Anne tersenyum. Diam dalam balutan gema requim yang diputar di tape recorder.
Lalu,  menjelang pukul 20.00, ketika Anne akan memasuki alam mimpinya, pintu diketuk ringan. Mama membuka pintu, seseorang telah berdiri sambil membawa sebuah kardus, bisa diterka isinya pasti penuh.
” Ini untuk, Anne…!” Kata orang itu sambil meletakkan kardus di atas lantai, ” Pemberian bapak Pastur…”
Orang itu bergegas pergi. Mama membawa kardus itu ke dalam kamar Anne. Anne duduk di bibir ranjang, sambil tetap mempertahankan senyumnya.
” Kita Buka sama-sama ya?!” Kata mama.
Dan kardus pun dibuka, isnya adalah aneka kue, bahkan ada amplop, sudah barang tentu berisi uang, dan senyum di bibir Anne semakin kuat ketika di dalam kardus itu ada didapat baju baru.
” Ini baju Natalmu, Neu!” Kata ibu.
Tiba-tiba alam menjadi terang dengan kasih-sayang, kasih-sayang antara sesama manusia, tanpa batas… dan kalian akan selalu merindukannya… kasih-sayang tnpa aturan yang mengikat akan sebuah balasan dari orang lain kecuali dari Dia Yang Maha Penyanyang!

Thursday, December 22, 2011

I Love You MOM, God Always Bless You

Di detik pertama saya melihat dunia, Bunda tahu bahwa saya sangat ketakutan mendapati dunia yang berbeda dari kehidupan indah sebelumnya di dalam rahim Bunda. Saya menangis sekuat-kuatnya untuk menunjukkan bahwa saya benar-benar takut dan takkan mampu hidup sendiri dalam kondisi yang sangat lemah. Tapi ketika itu pula, Bunda tahu ketakutan yang saya rasakan. Ia merapatkan tubuh ini ke tubuhnya, menyodorkan air murni kehidupan dan mengusapkan jari lembutnya di punggung kecil ini. Hangat kecupnya terasa di kening seraya berucap, “Jangan takut nak, Bunda kan selalu menemanimu sampai kapan pun”
Tangisan pertama saya, mungkin agak asing untuk telinga Bunda. Tapi Bunda cerdas luar biasa, hanya perlu waktu beberapa saat saja untuk bisa memahami seribu bahasa yang keluar dari mulut mungil saya. Ketika tiba-tiba Bunda mampu membaca bibir saya dan berkata, “Oooh, haus ya sayang… ” dan di tangisan lain Bunda menerjemahkan lain pula, “sakit ya nak, mana yang sakit? tangannya? Sini Bunda usap-usap ya…”
Setiap tengah malam, saya menangis, kadang karena haus, lapar atau karena tidak betah usai buang air kecil. Tak pernah Bunda mengeluh, apalagi melanjutkan tidurnya tak peduli. Secepat kilat ia bangun, mengganti popok, membersihkan kotoran saya, atau menyusui saya yang kehausan. Baru setengah jam Bunda terpejam, saya menangis lagi, kali ini karena nyamuk yang mengganggu. Bunda tahu itu, sesungguhnya ia tak pernah benar-benar terlelap. Antara sadar dan tidak, Bunda pasti terbangun setiap kali lenguhan si kecil ini terdengar seraya sigap memberi apapun yang diinginkan.
Tak hanya ketika bayi, Bunda menemani saya tidur hingga waktu-waktu saya menjelang remaja. Bunda tahu betul, saya selalu rindu tidur di sisi bunda karena ingin mendengarkan dongeng seperti dulu, atau sekadar merasakan hangatnya usapan lembut jari Bunda di punggung. Kemudian nyanyian merdu Bunda mengiringi jiwa yang terbang ke alam mimpi. Tak semerdu biduanita terkenal memang, tapi kasih yang menyertainya membuat suara Bunda jauh lebih indah di hati.
Lagu favorit saya adalah “Bintang Kecil”, karena Bunda menyanyikannya sambil memproklamirkan bahwa sayalah bintang kecil itu, yang tak hanya bercahaya di malam hari, namun selalu menjadi cahaya di dalam hati Bunda. Saya juga suka lagu “Pelangi” sebab kata Bunda, memiliki saya sebagai anaknya jauh lebih indah dari pelangi manapun yang pernah dilihatnya. Satu lagi lagu kesukaan saya, terutama pada kalimat pinta, “ambilkan bulan bu…”, kata Bunda, tak hanya bulan, apapun yang saya minta akan diambilkan.
Saat saya masih suka pipis di celana, Bunda tak pernah marah. Ia tahu saya sudah cukup merasa malu, dan tak ingin menambah penderitaan dengan omelannya. Ia hanya menuntun tangan kecil ini sambil menunjukkan tempat pipis yang sebenarnya. Saat harus membersihkan bekas buang air kecil atau kotoran yang bau nan menjijikkan, kadang ia tengah asik menikmati santapan pagi, siang maupun malam. Dengan senyum terindah, ia tinggalkan makannya untuk sesaat membersihkan saya.
Kalau Bunda senyum saat saya mendapat nilai sempurna di sekolah, itu biasa. Namun senyum yang sama terukir di bibirnya ketika nilai saya jeblok,benar-benar membuat saya merasa berjalan di atas awan. Bunda tahu, marah karena nilai jelek yang saya dapatkan tidak akan membenahi keadaan. Senyumnya justru memberi saya arti bahwa ia tetap bangga terhadap anaknya dalam kondisi apapun. Dan karena itulah, saya berjanji untuk senantiasa memberi nilai setimpal untuk senyum indahnya itu.
Saya pernah sakit, berhari-hari sampai tidak mau makan dan minum. Bunda sedih, meski yang sakit anaknya, tapi ia lebih menderita dari siapapun di dunia ketika itu. Bunda tahu, saat anaknya sakit maka ia akan merasa dirinya lah yang sakit. Karena anak adalah buah hatinya, mutiara jiwanya. Maka jika sakit buah hatinya, sakit pula dirinya secara menyeluruh. Jika sakit mutiara jiwanya, sakit pula tubuh keseluruhannya.
Pada akhirnya, ketika saya memutuskan untuk menikah. Bunda menangis, akan ada orang lain yang mengisi hati ini untuk dicinta selain dirinya. Meski demikian, Bunda tahu bahwa saya tetap selalu mencintainya lebih dari apapun. Bunda tahu ia takkan kehilangan diri ini meski harus berjauhan dan tak lagi tinggal serumah. Meski pada akhirnya ia benar-benar merasa kehilangan, ia tetap pada keyakinannya,anak-anak akan kembali padanya.
Bunda benar, saya merasa takkan pernah bisa berdiri tanpa Bunda, sebab Bunda lah yang pertama kali melihat saya belajar berdiri. Sejauh saya melangkah, kemana pun saya pergi, Bunda lah yang memulainya dengan mengajari saya cara berjalan. Sehebat-hebatnya saya menjadi pembicara dalam berbagai kesempatan, kata pertama dari mulut ini Bunda juga yang mengajarinya. bahkan, jauh sebelum saya melihat keindahan berbagai penjuru dunia, senyum Bunda pula yang pertama kali saya lihat. Seelok apapun makhluk yang saya temui di dunia, saya lebih dulu melihat wajah mulia Bunda.
Kini, walau anak-anak jarang berkunjung, kerap lupa menelepon sekadar untuk menanyakan kabar, Bunda tahu bukan karena anak-anak tak lagi mencintai. Bahkan tanpa memberi tahu, Bunda selalu yakin anak-anaknya dalam keadaan baik-baik saja, karena itulah yang tak pernah lupa ia panjatkan dalam doa di sujud malamnya.
Maaf Bunda, karena sekarang justru saya yang sering lupa mencari tahu, apa Bunda baik-baik saja? Siapa yang memberi obat ketika Bunda sakit? Siapa yang menemani Bunda jalan-jalan sore, apa Bunda sudah makan malam …
Happy mothers day, mom

 
Powered by Blogger